Judul: Pengerukan Pasir Laut untuk Ekspor: Menjadi Kaya Raya dengan Merusak Lingkungan Sedang mencari peluang bisnis baru? Mungkin pantai dan pasir laut adalah jawabannya. Pasir laut menjadi komoditas yang semakin laris karena permintaan untuk bahan bangunan dan reklamasi pantai yang terus meningkat. Dalam upaya memuaskan tankep (tangan kiri mencari untung, tangan kanan meminta izin), pemerintah dan pengusaha mengambil keputusan cerdas dan membuka bisnis pengerukan pasir laut untuk ekspor. Namun, siapa sangka bahwa tindakan ini merusak lingkungan dan ekonomi kita? Seorang pakar lingkungan menyatakan bahwa izin pengerukan pasir laut untuk ekspor dengan dalih sedimentasi dapat berdampak buruk pada biota laut dan kandungan tanah. Padahal, biota laut dan kandungan tanah yang terjaga adalah faktor penting dalam menopang ekosistem laut dan sumber penghasilan ikan bagi nelayan. Namun, siapa peduli dengan sudut pandang mereka? Kita hanya butuh pasir laut! Selain itu, hasil pengerukan pasir laut juga terdampak kualitasnya akibat pencemaran dari kapal-kapal pengeruk. Bagaimana bisa membangun bangunan yang berkualitas dengan bahan pasir laut yang tak terjamin kualitasnya ini? Namun, tentu saja bukan persoalan kita, melainkan pemerintah dan pengusaha yang berhak menentukan dan mengatur itu semua. Namun, biarkan saja para pakar lingkungan menjerit, kita tetap bisa meraih keuntungan dengan memperdagangkan pasir laut yang tak terbatas. Kita memang tak perlu memikirkan jangka panjang dan dampak lingkungan yang akan timbul, kita hanya butuh keuntungan cepat dan instan. Selama kita kaya raya, faktor apa pun yang merusak lingkungan akan terlihat hambar dan sepele. Tidak perlu peduli dengan ekosistem, hanya perlu mengukur jumlah uang yang masuk ke dalam rekening bank kita. Kesimpulannya, kaya raya dengan merusak ekosistem tampak seperti pilihan yang tepat untuk beberapa orang yang hanya peduli dengan uang dan keuntungan tanpa memikirkan dampak jangka panjang. Semua demi uang, semua demi keuntungan cepat. Mungkin pantai-pantai di seluruh Indonesia akan hilang dalam waktu dekat, tapi kita tetap bisa membangun tanpa pasir laut, bukan?