Judul: Satgas Pencegahan Kekerasan Seksual? Ah, Hanya Formalitas Saja! Baru-baru ini, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengumumkan bahwa seluruh perusahaan harus membentuk satgas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja. Wow, terdengar begitu mulia dan peduli dengan hak-hak buruh, bukan? Namun, sebenarnya apa gunanya jika hanya sekedar formalitas saja? Bukankah perilaku pelecehan seksual di tempat kerja justru semakin marak akibat dari kekerasan verbal dan psikologis yang diterapkan oleh para atasannya? Dengan membentuk Satgas, apakah merekamenciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi para pekerja atau hanya sekedar memenuhi regulasi semata? Jangan salah paham, saya tidak meremehkan pentingnya memerangi kejahatan pelecehan seksual. Namun, apakah hanya dengan membentuk Satgas, perusahaan bisa benar-benar mencegah kekerasan seksual di tempat kerja atau hanya sekedar mencuci tangan? Selain itu, perusahaan-perusahaan besar seperti Airbus atau Accenture sudah melaksanakan langkah yang jauh lebih baik dan proaktif untuk mencegah hal semacam ini. Mereka tidak hanya menciptakan formalitas yang seolah-olah peduli pada pekerja tetapi juga mengajarkan pada para karyawan mereka tentang etika dan toleransi. Jadi, apakah seluruh perusahaan harus membentuk Satgas pencegahan kekerasan seksual? Mungkin saja jika dilakukan dengan sungguh-sungguh serta memberikan nilai tambah pada para pekerja. Namun, jika hanya sebagai formalitas belaka, saya tidak yakin hal ini akan membawa perubahan yang signifikan. Saran saya, bukan hanya pencegahan pelecehan seksual, tetapi juga pelatihan mengenai etika dan toleransi harus menjadi bagian dari kurikulum di tempat kerja. Kita tidak bisa hanya bergantung pada keberadaan Satgas semata dalam mencegah kekejaman buruh.