Judul: "Jokowi Terlalu Naif? Menolak Politisasi Identitas dan Agama di Era Politik Saat Ini" Hari lahir Pancasila kemarin menjadi momen yang penting bagi bangsa Indonesia. Namun, sayangnya, Presiden Joko Widodo terlihat terlalu naif ketika menyatakan menolak politisasi identitas dan agama menjelang Pemilu 2024. Parahnya, di era politik yang penuh dengan uang dan kekuasaan, Presiden Jokowi terlihat tidak paham dengan situasi yang ada. Bagaimana mungkin ia bisa menolak politisi yang memanfaatkan agama dan identitas untuk meraih suara dan kekuasaan? Memang, selama ini pihaknya mempromosikan "Indonesia Maju" dan menekankan pentingnya persatuan dan kesatuan. Tetapi, kenyataannya, politisasi identitas dan agama sudah menjadi budaya di negeri ini. Pernyataan yang "terlalu mulia" seakan tak bisa membendung arus politisasi seperti ini. Jangan salah paham, saya bukan mengatakan bahwa Presiden Jokowi tidak mau maupun tidak bisa menghilangkan politisasi identitas dan agama. Saya yakin beliau punya tekad untuk melakukannya. Namun, di era politik seperti sekarang, tekad saja tidak cukup. Sebagai pemimpin negara, Presiden Jokowi perlu memperhatikan kondisi politik sesungguhnya dan mengambil tindakan yang tepat untuk menangani politisasi identitas dan agama. Kalau tidak, ia hanya akan terus terlihat naive seperti ini. Jangan hanya terjebak dalam impian yang indah tentang kesatuan dan persatuan. Kita perlu menjadi realistis, mengakui masalah politik di negeri ini, dan berusaha menyelesaikannya dengan tegas. Sadar atau tidak, politisasi identitas dan agama sudah memakan mekanisme politik yang sehat dan beretika. Jangan sampai terlambat untuk bertindak.